Kesalahan-kesalahan pada survei dan pemetaan
Pengukuran merupakan proses yang mencakup tiga hal atau bagian yaitu benda ukur, alat ukur dan pengukur atau pengamat. karena ketidak sempurnaan masing-masing bagian ini ditambah dengan pengaruh lingkungan maka bisa dikatakan bahwa tidak ada satu pun pengukuran yang memberikan ketelitian yang absolut. Ketelitian bersifat relatif yaitu kesamaan atau perbedaan antara harga hasil pengukuran dengan harga yang dianggap benar, karena yang absolut benar tidak diketahui. Setiap pengukuran, dengan kecermatan yang memadai, mempunyai ketidaktelitian yaitu adanya kesalahan yang berbeda-beda, tergantung pada kondisi alat ukur, benda ukur, metoda pengukuran dan kecakapan si pengukur.
Kesalahan dalam pengukuran–pengukuran yang dinyatakan dalam persyaratan bahwa:
1. Pengukuran tidak selalu tepat,
2. Setiap pengukuran mengandung galat,
3. Harga sebenarnya dari suatu pengukuran tidak pernah diketahui,
4. Kesalahan yang tepat selalu tidak diketahui
Adapun sumber – sumber kesalahan yang menjadi penyebab kesalahan pengukuran adalah sebagai berikut:
1. Alam; perubahan angin, suhu, kelembaban udara, pembiasan cahaya, gaya berat dan deklinasi magnetik.
2. Alat; ketidak sempurnaan konstruksi atau penyetelan instrumen.
3. Pengukur; keterbatasan kemampuan pengukur dalam merasa, melihat dan meraba.
Kondisi alam walaupun pada dasarnya merupakan suatu fungsi yang berlanjut, akan tetapi mempunyai karakteristik yang dinamis. Hal inilah yang menyebabkan banyak aplikasi pada bidang pengukuran dan pemetaan. Pengukuran dan pemetaan banyak tergantung dari alam. Pelaksanaan pekerjaan dan pengukuran jarak, sudut, dan koordinat titik pada foto udara juga diperlukan suatu instrumen pengukuran yang prosedurnya untuk mengupayakan kesalahan yang kecil. Dan jika diantara kesalahan itu terjadi maka pengukuran dan pengumpulan data harus di ulang. Kesalahan terjadi karena salah mengerti permarsalahan, kelalaian, atau pertimbangan yang buruk. Kesalahan dapat diketemukan dengan mengecek secara sistemetis seluruh pekerjaan dan dihilangkan dengan jalan mengulang sebagian atau bahkan eluruh pekerjaan. Dalam melaksanakan ukuran datar akan selalu terdapat “Kesalahan”. Kesalahan– kesalahan ini disebabkan baik karena kekhilapan maupun karena kita manusia memang tidak sempurna dalam menciptakan alat–alat.
Kesalahan ini dapat kita golongkan dalam :
1. Kesalahan instrumental/ kesalahan karena alat
2. Kesalahan karena pengaruh luar/ alam
3. Kesalahan pengukur
Kesalahan karena alat
Dalam kesalahan karena alat termasuk :
a. Karena kurang datarnya garis bidik
Bila garis bidik datar (horizontal), pembacaan pada rambu A = Pa dan rambu B = Pb. Perbedaan tinggi ∆H = Pa – Pb, bila garis bidik tidak horizontal (membuat sudut ∆ dengan garis horizontal) maka pembacaan pada rambu A = Pa’ dan pada rambu ∆ = Pb’. Perbedaan tinggi adalah Pa’ – Pb’, dalam hal ini Pa’ – Pb’ akan sama dengan Pa–Pb. Bila ukuran dilakukan dari tengah – tengah AB (PA = PB =1) karena Pa’Pa = Pb’Pb = ∆. Tapi kalau ukuran tidak dilakukan dari tengah AB missal dari Q, maka hasil ukuran adalah qa – qb dan qa – qb ∆ Pa – Pb karena qa – Pa = ∆1 dan qb – Pb = ∆2. Dengan demikian ukuran sedapat mungkin dilakukan dari tengah.
b. Tidak samanya titik O dari rambu Titik O dari rambu mungkin tidak sama karena mungkin salah satu rambu sudah aus. Titik O dari rambu B misalnya telah bergeser 1 mm. Dengan demikian, rambu A dibaca 1.000 mm maka di rambu B dibaca 999 mm
Bila ukuran dilaksanakan dengan meletakkan rambu A selalu di belakang dan rambu B selalu di depan, maka kesalahan A–B mempunyai tanda yang sama–tiap sipatan kesalahannya +1 mm. Kalau 100 sipatan berarti 100 mm.
Untuk mengatasi kesalahan–kesalahan tersebut, dalam pelaksanaan ukuran tiap tiap kali sipatan rambu belakang harus ditukar dengan rambu depan.(gambar 26)
Dengan demikian kesalahannya adalah A – B = +1 mm; B – A = +1 mm. Dan seterusnya.
c. Kurang tegak lurusnya rambu Syarat pokok dalam melaksanakan ukur datar ialah bahwa garis bidik harus horizontal dan rambu harus vertikal. Bila rambu vertikal, pembacaan rambu = Pa akan tetapi bila rambu tidak vertikal pembacaan pada rambu adalah Pa’.
Jarak APa ∆ APa’; APa’ > APa. Dengan demikian waktu melaksanakan ukuran datar, rambu harus benar–benar vertikal. Membuat vertikal rambu ini dapat dilaksanakan dengan niv.
Kesalahan karena pengaruh luar/alam
Pengaruh luar dalam melaksanakan ukuran datar adalah:
a. Cuaca
Panas matahari sangat mempengaruhi pelaksanaan ukuran datar. Apabila matahari sudah tinggi antara jam 11.00 – jam 14.00, panas matahari pada waktu itu akan menimbulkan adanya gelombang udara yang dapat terlihat melalui teropong. Dengan demikian, gelombang udara didepan rambu akan terlihat sehingga angka pada rambu ikut bergelombang dan sukar dibaca
b. Lengkungan bumi
Permukaan bumi itu melengkung, sedangkan jalannya sinar itu lurus.
Karena itu oleh alat ukur datar dibaca titik A pada rambu sedangkan perbedaan tinggi mengikuti lengkungan bumi, jadi seharusnya dibaca B. Dengan demikian, maka tiap kali pengukuran dibuat kesalahan ∆. Besar ∆ ini dapat dihitung R2 + a2 = (R +∆)2; R2 + a2 = R2 + 2R∆ +∆2 ∆ kecil sekali jadi kalau dikuadratkan dapat dihapus sehingga kita dapat R2 + a2= F + 2R . Bilangan ini kecil sekali tapi kalau tiap kali dibuat kesalahan akan menumpuk menjadi besar. Kesalahan ini bisa diatasi dengan tiap kali mengukur dari tengah
c. Kesalahan karena pengukur
Kesalahan pengukur ini ada 2 macam :
a) Kesalahan kasar kehilapan
1. Kesalahan kasar dapat diatasi dengan mengukur 2 kali dengan tinggi teropong yang berbeda.
Pertama dengan tinggi teropong h1 didapat perbedaan tinggi ∆h 1 = Pa – Pb. Pada pengukuran kedua dengan tinggi teropong h2 didapat perbedaan tinggi ∆h 2 = qa – qb.∆h 1 harus sama dengan ∆h 2, bila terdapat kesalahan/ perbedaan besar maka harus diulang.
2. Dapat diatasi pula dengan selain membaca benang tengah dibaca pula benang atas dan benang bawah sebab: benang atas + benang bawah / 2 = benang tengah.
Sifat Kesalahan
a. Kesalahan kasar, adalah kesalahan yang besarnya satuan pembacaannya. Misalnya mengukur jarak yang dapat dibaca sampai 1 dm, namun terjadi perbedaan pengukuran sampai 1 m. Ini berarti ada kesalahan pembacaan ukuran dan harus diulang.
b. Kesalahan teratur, terjadi secara teratur setiap kali melakukan pengukuran dan umumnya terjadi karena kesalahan alat.
c. Kesalahan yang tak teratur, disebabkan karena kurang sempurnanya panca indera maupun peralatan dan kesalahan ini sulit dihindari karena memang merupakan sifat pengamatan\ ukuran.
Kesalahan pada pengukuran KDVKesalahan yang terjadi akibat berhimpitnya sumbu vertikal theodolite dengan garis arah vertikal. Sumbu vertikal theodolite x miring dan membentuk sudut v terhadap garis vertikal x. AB adalah arah kemiringan maksimum dengan sasaran s pada sudut elevasi h dalam keadaan dimana sumbu vertikal theodolite berhimpit dengan arah garis vertikal yang menghasilkan posisi lintasan teleskop csd dalam arah u dari kemiringan maksimum. Sedangkan dalam keadaan dimana sumbu vertikal theodolite miring sebesar v terhadap garis vertikal menghasilkan lintasan c’sd’ dalam arah u’dari kemiringan yang maksimum. Dari dua lintasan ini akan diperoleh segitiga bola scc’yang sumbu vertikal ∆ dinyatakan dalampersamaan berikut :
β = u’ – u
β = v sin u’ ctgn (90 – h)
β = v sin u’ tgn h
Karena kesalahan sumbu vertikal tak dapat dihilangkan dengan membagi rata dari observasi dengan teleskop dalam posisi normal dan dalam kebalikan, maka pengukuran untuk sasaran dengan elevasi cukup besar. Koreksi kesalahan pada pengukuran dasar vertikal menggunakan alat sipat datar optis.
Koreksi kesalahan didapat dari pengukuran yang menggunakan dua rambu, yaitu rambu depan dan rambu belakang yang berdiri 2 stand. Koreksi kesalahan acak pada pengukuran kerangka dasar vertikal dilakukan untuk memperoleh beda tinggi dan titik tinggi ikat definit. Sebelum pengelohan data sipat datar kerangka dasar vertikal dilakukan, koreksi kesalahan sistematis harus dilakukan terlebih dahulu dalam pembacaan benang tengah. Kontrol tinggi dilakukan melalui suatu jalur tertutup yang diharapkan diperoleh beda tinggi pada jalur sama menghasilkan angka nol.Jarak belakang dan muka setiap slag menjadi suatu variabel yang menentukan bobot kesalahan dan pemberi koreksi. Semakin panjang suatu slag pengukuran maka bobot kesalahannya menjadi lebih besar, dan sebaliknya
Salah satu pengaplikasian pada pengukuran kerangka dasar vertikal dapat dilihat dari pengukuran sipat datar.
Pada pengukuran kerangka dasar vertikal menggunakan sipat datar optis, koreksi kesalahan sistematis berupa koreksi garis bidik yang diperoleh melalui pengukuran sipat datar dengan menggunakan 2 rambu yaitu belakang dan muka dalam posisi 2 stand (2 kali berdiri dan diatur dalam bidang nivo). Sedangkan pada pengukuran kerangka dasar horizontal menggunakan alat theodolite, koreksi kesalahan istematis berupa nilai rata-rata sudut horizontal yang diperoleh melalui pengukuran target (berupa benang dan unting-unting) pada posisi teropong biasa (vizier teropong pembidik berasal diatas teropong) dan pada posisi teropong luas biasa (vizier teropong pembidik berasal di bawah teropong)
Sebelum pengolahan data sipat datar kerangka dasar vertikal dilakukan, koreksi sistematis perlu dilakukan terlebih dahulu kedalam pembacaan benang tengah setiap slang. Kontrol tinggi dilakukan melalui suatu alur tertutup sedemikian rupa sehingga diharapkan diperoleh beda tinggi pada jalur tertutup sama dengan nol, jarak belakang dan muka setiap slang menjadi variabel yang menentukan bobot kesalahan dan bobot pemberian koreksi. Semakin panjang jarak pada suatu slang maka bobot kesalahan dan koreksinya lebih kecil.
Kesalahan pada pengukuran KDHKesalahan yang terjadi akibat sumbu horizontal tidak tegak lurus sumbu vertikal disebut kesalahan sumbu horizontal. Kedudukan garis kolimasi dengan teleskop mengarah pada s berputar mengelilingi sumbu horizontal adalah csd. Apabila sumbu horizontal miring sebesar i menjadi a’b’, tempat kedudukan adalah c’sd’. Dalam segitiga bola sdd’, dd’ = α . Merupakan kesalahan sumbu horizontal, dan apabila sumbu horizontal miring sebesar i maka, Sin α = tgn h / tgn ( 90 – i ). Tgn h. tgn i Karena a dan I biasanya sangat kecil, persamaan dapat terjadi α = I tan h.
Apabila teleskop dipasang dalam keadaan terbalik, tanda kesalahan menjadi negatip dan apabila sudut yang dicari dengan teleskop dalam posisi normal dan kebalikan dirata–rata maka kesalahan sumbu horizontal dapat hilang. Sedang koreksi pengukuran kerangka dasar horizontal menggunakan theodolite, koreksi kesalahan sistematis berupa nilai rata–rata sudut horizontal yang diperoleh melalui pengukuran target. Pada posisi teropong biasa dan luar biasa.
Kesalahan acak pada pengukuran kerangka dasar horizontal dilakukan untuk memperoleh harga koordinat definitip. Sebelum pengolahan poligon kerangka dasar horizontal dilakukan, koreksi sistematis harus dilakukan terlebih dahulu dalam pembacaan sudut horizontal. kontrol koordinat dilakukan melalui 4 atau 2 buah titik ikat bergantung pada kontrol sempurna atau sebagian Jarak datar dan sudut poligon setiap titik poligon merupakan variabel yang menentukan untuk memperoleh koordinat definitip tersebut. Syarat yang ditetapkan dan harus diperhatikan adalah syarat sudut lalu syarat absis dan ordinat. Bobot koreksi sudut tidak diperhitungkan atau dilakukan secara sama rata tanpa memperhatikan faktor lain. Sedangkan bobot koreksi absis dan ordinat diperhitungkan melalui dua metode :
a. Metode Bowditch
Metode ini bobot koreksinya berdasarkan jarak datar langsung.
b. MetodeTransit
Metode ini bobot koreksinya dihitung berdasarkan proyeksi jarak langsung
tehadap sumbu x dan pada sumbu y.Semakin besar jarak langsung koreksi bobot absis dan ordinat maka semakin besar nilainya.
Kesalahan acak pada pengukuran kerangka dasar horizontal dilakukan untuk memperoleh beda tinggi dan tinggi titik ikat relatif. Sebelum pengolahan data sipat datar kerangka dasar vertikal dilakukan, koreksi sistematis perlu dilakukan terlebih dahulu kedalam pembacaan benang tengah setiap slang. Kontrol tinggi dilakukan melalui suatu alur tertutup sedemikian rupa sehingga diharapkan diperoleh beda tinggi pada jalur tertutup sama dengan nol, jarak belakang dan muka setiap slang menjadi variabel yang menentukan bobot kesalahan dan bobot pemberian koreksi. Semakin panjang jarak pada suatu slang maka bobot kesalahan dan koreksinya lebih kecil. Koreksi kesalahan acak pada pengukuran kerangka dasar horizontal dilakukan untuk memperoleh koordinat (absis dan ordinat) definitif. Sebelum pengolahan data poligon kerangka dasar horizontal, koreksi sistematis harus dilakukan terlebih dahulu kedalam pembacaan sudut horizontal.Kontrol koordinat dilakukan melalui 4 atau 2 buah titik ikat tergantung pada ikat kontrol sempurna atau sebagian saja. Jarak datar dan sudut poligon setiap poligon merupakan suatu variabel yang menentukan untuk memperoleh koordinat definitif tersebut. Syarat yang ditetapakan dan harus dipenuhi terlebih dahulu adalah syarat sudut baru kemudian absis dan ordinat. Bobot koreksi sudut tidak diperhitungkan atau dilakuan secara sama rata tanpa memperhitungkan faktor-faktor lain. Sedangkan bobot koreksi absis dan ordinat diperhitungkan melalui 2 metode, yaitu metode bowditch dan transit. Metode bowditch bobot koreksinya dihitung berdasarkan jarak datar langsung, sedangkan terhadap sumbu x (untuk absis) dan sumbu y (untuk sumbu ordinat). Semakin besar jarak datar langsung, koreksi bobot absis dan ordinat semakin besar, demikian pula sebaliknya. Di atas telah dijelaskan bentuk-bentuk kesalahan yang mungkin terjadi pada waktu melakukan pengukuran, kesalahan kesalahan pengukuran dapat di sebabkan oleh ;
a. Karena kesalahan pada alat yang digunakan (seperti yang telah di jelaskan di atas)
b. Karena keadaan alam, dan
c. Karena pengukur sendiri
a. Kesalahan pada alat yang digunakan
Alat-alat yang digunakan adalah alat ukur penyipat datar dan mistar. Lebih dahulu akan di tinjau kesalahan pada alat ukur penyipat datar. Kesalahan yang didapat adakah yang berhubungan dengan syarat utama. Kesalahan ini adalah: Garis bidik tidak sejajar dengan garis arah nivo. Kesalahan ini sering kita jumpai pada saat melakukan pekerjaan pengukuran beda tinggi.
b. Kesalahan karena keadaan alam
· Karena lengkungnya permukaan bumi, pada umumnya bidang-bidang nivo karena melengkungnya permukaan bumi akan melengkung
pula dan beda tinggi antara dua titik adalah antara jarak dua didang nivo yang melalui dua titik itu.
· Karena lengkungnya sinar cahaya, akan dijelaskan pada bagian koreksi boussole
· Karena getaran udara, karena adanya pemindahan hawa panas dari permukaan bumi ke atas, maka bayangan dari mistar yang dilihat
dengan teropong akan bergetar, sehingga pembacaan dari mistar tidak dapat dilakukan dengan teliti
· Karena masuknya lagi tiga kaki dan mistar ke dalam tanah. Bila dalam waktu antara pengukuran satu mistar dengan mistar lainnya, baikkaki tiga maupun mistar ke dua masuk kedalam tanah, maka pembacaan pada mistar kedua akansalah bila digunakan untuk mencari beda tinggi antara dua titik yang ditempati oleh mistar-mistar itu.
· Karena perubahan arah garis nivo. Karena alat ukur penyipat datar kena panas sinar matahari, maka terjadi tegangan pada bagian bagian alat ukur, terutama pada bagian yang terpenting yaitu pada bagian nivo.
c. Karena pengukur sendiri
Kesalahan pada mata, kebanyakan orang pada waktu mengukur menggunkan satu mata saja. Yang secara tidak langsung akan mengakibatkan kasarnya pembacaan. Apalagi bila nivo harus dilihat tersendiri, karena tidak terlihat dalam medan teropong, sehingga kurang tepatnya meletakan gelembung nivo di tengah-tengah. Kesalahan pada pembacaan, karena kerap kali harus melakukan pembacaan dengan cara menaksir, maka bila mata telah lelah, nilai taksirannya menjadi kurang. Kesalahan yang kasar, karena belum
pahamnya pembacaan pada mistar. Mistarmistar mempunyai tata cara tersendiri dalam pembuatan skalanya. Kesalahan ini banyak sekali dibuat dalam menentukan banyaknya meter dan desimeter angka pembacaan.
Salah satu pengaplikasian pengukuran kerangka dasar horisontal ini adalah pengukuran tachymetri dengan bantuan alat theodolite. Kesalahan pengukuran cara tachymetri dengan theodolite. Kesalahan alat, misalnya;
a. Jarum kompas tidak benar-benar lurus.
b. Jarum kompas tidak dapat bergerak bebas pada porosnya.
c. Garis bidik tidak tegak lurus sumbu mendatar (salah kolimasi).
d. Garis skala 0° - 180° atau 180° - 0° tidak sejajar garis bidik.
e. Letak teropong eksentris.
f. Poros penyangga magnet tidak sepusat dengan skala lingkaran mendatar.
Kesalahan pengukuran, misalnya;
a. Pengaturan alat tidak sempurna (temporaryadjustment)
b. Salah taksir dalam pembacaan
c. Salah catat.
Kesalahan akibat faktor alam misalnya;
a. Deklinasi magnet.
b. atraksi lokal
Kesalahan pengukuran cara offset
Kesalahan arah garis offset α dengan panjang l yang tidak benar-benar tegak lurus berakibat.
Kesalahan arah sejajar garis ukur = l sin α
Kesalahan arah tegak lurus garis ukur = l - l cos α
Bila skala peta adalah 1 : S, maka akan terjadi salah plot sebesar 1/S x kesalahan.
Bila kesalahan pengukuran jarak garis ofset δ l, maka gabungan pengaruh kesalahan pengukuran jarak dan sudut menjadi: {(l sin α ) 2 + δ l 2}1/2.
Ketelitian pengukuran cara offset dalam upaya meningkatkan ketelitian hasil ukur cara offset bisa dilakukan dengan:
1. Titik-titik kerangka dasar dipilih atau dibuat mendekati bentuk segitiga sama sisi.
2. Garis ukur:
· Jumlah garis ukur sesedikit mungkin.
· Garis tegak lurus garis ukur sependek mungkin.
· Garis ukur pada bagian yang datar.
3. Garis offset pada cara siku-siku harus benar-benar tegak lurus garis ukur.
4. Pita ukur harus benar-benar mendatar dan diukur seteliti mungkin.
5. Gunakan kertas gambar yang stabil untuk penggambaran.
Pada perhitungan dari survei yang menggunakan metode closed traverse selalu terjadi kesalahan (penyimpangan). yaitu adanya dua stasiun yang meskipun pada kenyataannya dilapangan, stasiun tersebut hanya satu. Kesalahan tersebut meliputi kesalahan koodinat dan elevasi stasiun terakhir yang seharusnya adalah sama dengan stasiun awal. Hal ini terjadi karena kesalahan pada ketidak-sempurnaan terhadap :
1. Alat (Tidak ada alat yang sempurna)
2. Pembacaan (tidak ada penglihatan yang sempurna)
Sewaktu survei dilakukan dan tidak mungkin kesalahan itu tidak dapat dihindarkan sebab tidak ada alat dan manusia yang ideal untuk menghasilkan pengukuran yang ideal pula.
Untuk mengatasi hal itu, angka kesalahan yang terjadi harus di distribusikan ke setiap stasiun. Kesalahan yang terjadi karena survei magnetic (dengan menggunakan kompas dan survay grade x) menggunakan theodolithe, memiliki jenis yang berbeda.Pada survei yang menggunakan theodolite, kesalahan yang terjadi adalah akumulatif, dalam kesalahan dalam salah satu stasiun, akan pempengaruhi bagi posisi stasiun berikutnya. Sedangkan survei menggunakan kompas, kesalahan yang terjadi pada salah satu stasiun, tidak mempengaruhi bagi stasiun berikutnya. Distribusi kesalahan pada Survei magnetik, dengan cara yang sederhana yaitu jumlah total kesalahan dibagi dengan jumlah lengan survai, kemudian di distribusikan ke setiap stasiun tersebut.
Kesalahan Pengukuran
Banyak faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran sipat datar teliti, mulai dari faktor-faktor yang pengaruhnya dapat dihilangkan sampai faktor-faktor yang pengaruhnya hanya dapat diperkecil.
Adapun faktor-faktor tersebut antara lain:
· Keadaan tanah jalur pengukuran
· Keadaan/ kondisi atmosfir (getaran udara)
· Refraksi atmosfir.
· Kelengkungan bumi.
· Kesalahan letak skala nol rambu.
· Kesalahan panjang rambu (bukan rambu standar).
· Kesalahan pembagian skala (scale graduation) rambu.
· Kesalahan pemasangan nivo rambu
· Kesalahan garis bidik.
Dari faktor-faktor tersebut dapat ditarik pelajaran bahwa sudah seharusnya seorang juru ukur mengetahui hal-hal yang akan mengakibatkan kesalahan pada pengukuran.
a. Keadaan jalur pengukuran Pengukuran sipat datar pada umumnya harus menggunakan jalur pengukuran yang keras, seperti jalan diperkeras, jalan raya, jalan baja. Dengan demikian turunnya alat dan rambu dalam pelaksanaan pengukuran dapat diperkecil, karena apabila terjadi penurunan alat dan rambu maka pengukuran akan mengalami kesalahan. Besarnya kesalahan akibat penurunan alat-alat tersebut dijelaskan dibawah ini
Pada salag 1 selama waktu pembacaan rambu belakang dan memutar alat kerambu muka, alat ukur turun 51. Pada waktu alat pindah ke slag 2, rambu turun λ1 dan selama pengukuran berlangsung alat turun δ2.
Rumus yang digunakan untuk menentukan beda tinggi (∆h) akibat penurunan alat antara A dan B yaitu:
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan, bahwa apabila pengukuran antara dua titik (pilar) terdiri dari banyak slag pengaruh turunnya alat dan rambu akan menjadi lebih besar (akumulasi).
Di bawah ini adalah usaha yang bisa dilakukan untuk memperkecil pengaruh turunnya alat dan rambu:
· Pada perpindahan slag, pembacaan dimulai pada rambu yang sama seperti pembacaan pada slag sebelumnya,
· Pada setiap slag pembacaan dilakukan dua kali untuk setiap rambu.
b. Kesalahan letak skala nol rambu
Kesalahan letak skala nol rambu dapat terjadi karena kesalahan pembuatan alat (pabrik) atau rambu yang digunakan sudah sering dipakai sehingga permukaan bawahnya menjadi aus.
Jadi dapat disimpulkan bahwa beda tinggi hasil ukuran antara dua titik tidak mengandung kesalahan akibat kesalahan letak skala nol rambu, bila pengukuran dilakukan dengan prosedure sbb:
· Jumlah slag antara titik-titik yang diukur harus genap.
· Posisi rambu harus diatur selangseling (I – II – I – II .... dst .... I)
c. Kesalahan panjang rambu
Panjang rambu akan berubah karena perubahan temperatur udara. Misalnya panjang rambu invar 3m, panjang rambu tersebut tepat 3m pada temperatur standar t0. Bila pada waktu pengukuran temperatur udara adalah t (lebih besar atau lebih kecil dari t0) maka rambu tidak lagi 3m, tetapi 3m ±α (t – t0) dimana α adalah angka muai invar.
Hal ini mengakibatkan data hasil pengukuran mengalami kesalahan. Besarnya pengaruh dijelaskan dalam gambar diatas. Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut: Misal rambu I muai sebesar δ1m dan rambu II muai δ2m; panjangnya rambu standar adalah L m, umumnya 3m; maka dalam satu slag:
Artinya, data pengukuran mengandung kesalahan sebesar:
Dengan cara yang sama dapat diterangkan kesalahan untuk rambu yang mengkerut.
Cara pencegahan agar rambu tidak mengalami pemuaian, yaitu jika pada saat pengukuran udara panas atau hujan maka rambu ukur harus dilindungi dengan payung sehingga rambu ukur dapat terlindungi.
d. Kesalahan pembagian skala rambu
Kesalahan pembagian skala rambu terjadi pada waktu pembuatan (pabrik). Misalkan panjang rambu 3m, maka apabila ada satu bagian skala dibuat terlalu kecil, pasti dibagian yang lain ada yang lebih besar.
Penaksiran bacaan pada interval skala yang kecil akan berbeda dengan bacaan pada interval skala yang lebih besar, artinya ketelitian bacaan akan berbeda, hal ini tidak dikehendaki.
Cara pencegahannya yaitu apabila terdapat kesalahan akibat tidak meratanya pembagian skala pada rambu, sebaiknya rambu tersebut tidak digunakan dan dalam pemilihan rambu sebaiknya harus teliti agar memperoleh rambu yang sama dalam pembagian skalanya.
e. Kesalahan pemasangan nivo rambu
Pada rambu keadaan tegak, seharusnya gelembung nivo berada ditengah. Akan tetapi karena kesalahanpemasangan, keadaan di atas tidak dipenuhi, artinya gelembung nivo sudah berada ditengah rambu dalam keadaan miring. Apabila rambu miring baik kedepan, kebelakang, kesamping, maka bacaan rambu akan terlalu besar.
Cara pencegahaannya adalah:
· Usahakan agar didalam setiap slag Db seimbang dengan Dm agar dh=0
· Karena kelengkungan bumi bacaan rambu terlalu besar, sehingga koreksi X bertanda negatif
· Bila Db > Dm koreksi dh adalah negatif
Bila Db < Dm koreksi dh adalah positif
f. Refraksi atmosfir
Karena lapisan atmosfir mempunyai kerapatan yang tidak sama (makin kebawah, makin rapat) jalannya sinar/cahaya (matahari) adalah mengalami pembiasan (melengkung). Sehingga benda-benda akan lebih tinggi dari posisi seharusnya. Besarnya pengaruh refraksi atmosfir pada pengukuran sipat datar dijelaskan pada gambar.
g. Getaran udara
Biasanya, bayangan rambu pada teropong nampak bergetar karena adanya pemindahan panas dari permukaan tanah ke atas.
Dengan demikian cara pencegahannya yaitu karena pembacaan rambu tidak dapat dilakukan dengan teliti, maka sebaiknya pengukuran dihentikan.
h. Perubahan arah garis jurusan nivo
Pada alat ukur akan terjadi tegangan pada bagian-bagian alat ukur terutama sekali nivo apabila terkena panas matahari langsung. Montur nivo mendapat tegangan sehingga arah garis jurusan nivo mengalami perubahan dan tidak sejajar lagi dengan garis bidik. Sehingga
mengakibatkan bacaan rambu mengandung kesalahan. Cara pencegahannya yaitu agar hal ini tidak terjadi, maka pada saat pengukuran berlangsung hendaknya alat ukur di lindungi oleh payung.
i. Kesalahan garis bidik
Garis bidik harus sejajar dengan garis jurusan nivo hal ini merupakan syarat utama alat sipat datar. Apabila tidak sejajar, pada kedudukan gelembung nivo ditengah garis bidik tidak mendatar.
Cara pencegahannya yaitu sebelum pengukuran dimulai, pastikan dulu bahwa garis bidik sudah sejajar dengan garis jurusan nivo.
j. Paralak
Dalam pengukuran pada saat pembacaan, gelembung nivo harus tepat ditengah. Untuk mengetahu dengan tepat bahwa gelembung nivo berada ditengah, yaitu dengan cara menempatkan mata tegak diatas nivo langsung atau bayangan (lewat cermin atau prisma). Bila dari samping, karena paralak, gelembung nivo akan nampak sudah tepat ditengah. Sehingga megakibatkan kedudukan garis bidik belum mendatar maka pembacaan akan mengandung kesalahan. Cara pencegahannya yaitu pada saat akan memulai pengukuran maka gelembung nivo diatur dulu hingga benar-benar sesuai dengan aturan.
Kesalahan sistematis adalah kesalahan yang mungkin terjadi akibat adanya kesalahan pada suatu sistem. Kesalahan sistem dapat diakibatkan oleh peralatan dan kondisi alam Peralatan yang dibuat manusia walaupun dibuat dengan canggihnya, akan tetapi masih diperlukan suatu prosedur guna mengetahui kemungkinan munculnya kesalahan pada pengukuran baik alat, maupun data.
Apabila penyebab suatu kesalahan telah di ketahui sebelumnya dan apabila pada saat pengukuran kondisinya telah pula di ketahui maka dapat di lakukan koreksi terhadap kesalahan-kesalahan yang timbul dan kesalahan semacam ini di sebut kesalahan sistematis.
Apabila penyebab suatu kesalahan telah diketahui sebelumnya dan apabila pada saat pengukuran kondisinya telah pula diketahui, maka dapat dilakukan koreksi pada kesalahan yang ada. Contohnya, pita ukur baja yang terdapat koreksi skala atau koreksi suhu. Selanjutnya, seperti pada kesalahan yang besarnya hampir sama dan jika dilakukan koreksi dengan suatu nilai tertentu terhadap harga ukurnya, maka akan mendekati harga benar walaupun tidak dapat diketahui dengan pasti penyebab kesalahan tersebut. Kesalahan seperti ini dapat pula diklasifikasikan sebagai kesalahan sistematis.
Sebagai contoh, sehubungan dengan adanya kesalahan-kesalahan tersebut, bahwa pada pita ukur baja biasanya untuk. Harga-harga ukurnya terdapat konstantakonstanta koreksi skala atau kloreksi suhu. Selanjutnya, seperti halnya kesalahanpetugas yang timbul pada pengukuran elevasi dengan instrumen ploting, terdapat semacam kesalahan yang besarnya hampir sama dan jika di lakukan koreksi dengan suatu nilai tertentu terhadap harga ukurnya, maka akan mendekati harga benar walaupun tidak dapat di ketahui dengan pasti penyebab kesalahan tersebut
Kesalahan seperti ini dapat pula di klasifikasikan sebagai kesalahan sisitematis. Kesalah sistematis dapat terjadi karena kesalahan alat yang kita gunakan. Alat-alat yang di gunakan adalah alat ukur penyipat datar dan mistar. Lebih dahulu kita akan tinjau kesalahan yang ada pada alat ukur penyipat datar. Kesalahan yang di dapat adalah yang berhubungan dengan syarat utama. Kesalahan itu adalah garis bidik tidak sejajar dengan dengan garis arah nivo. Dapat diketahui bahwa untuk mendapatkan beda tinggi antara dua titik mistar yang diletakan di atas dua titik harus di bidik dengan garis bidik yang mendatar. Semua pembacan yang di lakukan dengan garis bidik yang mendatar diberi tanda dengan angka 1. pembacaan dengan garis bidik yang mendatar adalah BTb1-BTm1, sedang pembacaan yang di lakukan dengan garis bidik miring dinyatakan dengan angka 2. bila gelembung di tengah-tengah, jadi garis arah nivo mendatar dan garis bidik tidak sejajar dengan garis arah nivo, maka garis bidik akan miring dan membuat sudut α dengan garis arah nivo, sehingga pembacaan pada kedua mistar akan menjadi BTm dan BTb. Beda tinggi antara titik A dan titik B sama dengan t = BTb1-BTm1. Sekarang akan dicari hubungan antara selisih pembacaan BTb2 dan BTm2 yang di dapatkan garis bidik miring dengan selisih pembacaan BTb1 dan BTm2 yang akan di dapat bila garis bidik mendatar jadi telah sejajar dengan garis arah nivo, maka koreksi garis
bidik untuk diatas sama dengan

Kesalahan sistematis dapat juga disebabkan oleh karena keadaan alam yang dapat di sebabkan oleh:
1. Karena lengkungan permukaan bumi. Pada umumnya karena bidang-bidang nivo karena pula dan beda tinggi antara dua tititk adalah jarak antara dua bidang nivo yang melalui dua titik itu.
2. Karena melengkungnya sinar cahaya (refraksi). Sinar cahaya yang datang dari benda yang di teropong harus melalui lapisan-lapisan udara yang tidak sama padatnya, karena suhu dan tekannya tidak sama.
3. Karena getaran udara. akibat adanya pemindahan hawa panas dari permukaan bumi keatas, maka bayangan dari mistar yang di lihat
dengan teropong akan bergetar sehingga pembacan ada mistar tidak dapat di lakukan.
4. Karena masuknya lagi kaki tiga dan mistar kedalam tanah. Bila dalam waktu antara pengukuran satu mistar dengan mistar lainya baik kaki tiga maupun mistar kedua masuk lagi kedalam tanah maka pembacan pada mistar kedua akan salah bila di gunakan untuk mencari beda tinggi antara dua titik yang ditempati oleh mistar-mistar itu.
5. Karena perubahan garis arah nivo, karena alat ukur penyipat datar terkena napas sinar matahari maka akan terjadi tegangan pada bagian- bagian alat ukur, terutama pada bagian penting seperti nivo.
Pengaruh kesalahan garis bidik Bila garis bidik sejajar dengan garis arah nivo, maka hasil pembacaan tidak benar, dan akibatnya, beda tinggi tidak benar. Mengatasi kesalahan garis bidik ada dua cara :
· Dasar/ dihitung kemiringan garis bidik, dan selanjutnya dikoreksikan terhadap hasil ukuran.
· Eleminasi, yaitu dengan mengatur penempatan alat sehingga kesalahan tersebut hilang dengan sendirinya (tereliminir).
· Mencari kesalahan garis bidik
Kesalahan Acak (Random Error)
Kesalahan Acak adalah kesalahan yang terjadi karena keterbatasan pada poanca indera manusia. Keterbatasan tersebut dapat berupa kekeliruan, kurang hati-hati, kelalaian, ketidakmengertian pada instrument, atau belum terlatihnya petugas yang bersangkutan. Untuk menanggulanginya diperlukan koreksi-koreksi dengan pendekatan ilmu-ilmu statistik, pada fenomena pengukuran dan pemetaan suatu syarat geometrik menjadi kontrol dan penyikat data yang tercakup pada titik-titik kontrol pengukuran.
Kesalahan Besar (Blunder)
Kesalahan besar dapat terjadi apabila oprator atau surveyor melakukan kesalahan-kesalahan yang seharusnya tidak terjadi akibat dari kesalahan pada pembacaan dan penulisan nilai-nilai yang diambil dilapangan. Dengan demekian jika terjadi kesalahan besar maka pengukuran harus diulang atau data tersebut harus dibuang dan diganti dengan data yang baru, jika memang data tersebut tidak terlalyu berpengaruh pada pada hasil pengukuran dan pemetaan.
1. Kesalahan kerangka dasar vertikal
Kesalahan dapat terjadi akibat tidak berhimpitnya sumbu vertikal theodolite dengan arah garis vertikal. Karena kesalahan sumbu vertikal tak dapat dihilangkan dengan merata-ratakan dari observasi dengan teleskopdalam posisi normal dan dalam posisi kebalikan, maka pengukuran haruslah dilaksanakan dengan hati-hati, terutama pada saat pengukuran untuk sasaran dengan elevasi yang besar.
2. Kesalahan kerangka dasar horizontal
Kesalahan ini dapat terjadi akibat sumbu horizontal tidak tegak lurus terhadap sumbu vertikal. Untuk mengoreksi kesalahan pada pengukuran kerangka dasar horizontal dapat dilakukan koreksi secara sistematis pada pembacaan sudut horizontal. Kontrol koordinat dilakukan melalui empat atau dua buah titik ikat bergantung pada kontrol sempurna atau sebagian saja.
Jarak datar dan sudut poligon setiap titik poligon merupakan variable yang menentukan untuk memperoleh koordinat definif tersebut. Syarat yang ditetapkan dan harus dipenuhi terlebih dahulu adalah syarat sudut baru kemudian syarat absis dan ordinat. Bobot koreksi sudut tidak diperhitungkan atau dilakukan secara sama rata tanpa memperhatikan faktor –faktor lain, sedangkan bobot koreksi absis dan ordinat diperhitungkan melalui dua metode, yaitu :
1. Metode Bowditch
Metode ini bobot koreksinya dihitung berdasarkan jarak datar langsung.
2. Metode Transit
Metode ini bobot koreksinya dihitung berdasarkan proyeksi jarak langsung terhadap sumbu x ( untuk absis ) dan terhadap y ( untuk ordinat ). Semakin besar jarak datar langsung koreksi bobot absis dan ordinat maka semakin besar, demikian pula sebaliknya.